ShareThis

RSS

Tunaikan Amanah Tarbiyah, Raih Pahala-Nya !

Ummu Abdullah memandangi kedua balitanya yang sedang terlelap. Mengamati wajah polos mereka yang sedang tertidur pulas menjadi hiburan tersendiri baginya. Lumayan, cukup sebagai penawar rasa letih ketika seharian bergumul dengan rutinitas rumah yang melelahkan. Terbayang kesibukannya selama seharian penuh bersama mereka. Si sulung yang kini genap dua tahun dengan segala macam polah tingkah yang menggemaskan, baik yang menyenangkan maupun yang bikin keki. Begitupula si adik yang kini memasuki usia setengah tahunnya, yang semakin aktif merangkak kesana kemari menjamah apa-apa yang menarik hatinya. Dua bocah kecil yang hampir-hampir menyita 24 jam yang ia lewati setiap harinya.
          Pun demikian dengan Ummu Aisyah, merawat dan mendidik keempat anaknya yang berjarak rata-rata dua tahun itu ternyata cukup menghabiskan tenaga dan waktunya. Di sela-sela aktivitasnya mengurus rumah, memasak dan melayani suami, ia harus memberikan perhatian lebih kepada pendidikan anak-anaknya. Membimbing mereka shalat lima waktu, tilawah, tahfizh sekaligus muraja’ah hafalan, membiasakan mereka dengan kalimat thayyibah dan do’a-doa yaumiyah serta adab-adab Islami, juga mendampingi mereka dalam belajar dan mengerjakan PR ataupun tugas sekolah.
         Menjadi seorang ibu, tentunya berandil besar dalam pendidikan anak-anaknya. Ibu adalah sosok paling dominan dalam merawat dan mendidik anak. Karena itu, seorang ibu harus paham betul tentang urgensi amanah tarbiyah yang ada di pundaknya.

Bukan untuk dunia
            Banyak para orang tua yang menjadikan orientasi mendidik anak dengan harapan agar anaknya menjadi “orang”, hidup nyaman dan pekerjaan mapan. Ukuran duniawi dan materi sering kali menjadi tolak ukur keberhasilan dalam mendidik anak. Bangga jika anaknya masuk sekolah atau universitas favorit, nilainya bagus dan mendapat rangking di kelas, serta capaian-capaian lain yang pada dasarnya hanyalah sarana dan pelengkap. Bukan tujuan dari pendidikan itu sendiri.
            Pendidikan yang bertujuan pragmatis dan ekonomis sebenarnya merupakan pengaruh dari paradigma pendidikan Barat yang sekuler. Dalam budaya Barat sekuler, tingginya pendidikan seseorang tidak berhubungan dengan kebaikan dan kebahagiaan individu yang bersangkutan. Dampak pendidikan ala Barat terhadap kaum Muslimin adalah tidak sedikit dari kalangan Muslim yang memiliki pendidikan tinggi, namun dalam kehidupan nyata, mereka belum menjadi Muslim-Muslim yang baik dan berbahagia. Masih ada kesenjangan antara tingginya gelar pendidikan yang diraih dengan rendahnya moral serta akhlak kehidupannya.
            Memahami untuk apa kita mendidik anak-anak merupakan hal mendasar yang harus kita ketahui sebagai orang tua.  Mendidik anak adalah untuk mencari ridha Allah dan dalam rangka menjadikan anak-anak kita sebagai hamba-hamba Allah yang diridhai oleh-Nya. Dengan demikian, diharapkan akan lahir individu-indidivu yang baik, berakhlak, berkualitas, sehingga bermanfaat atas dirinya sendiri, juga keluarganya, masyarakatnya, dan ummat.
            Sebagai seorang ibu, tarbiyah atas anak-anak kita merupakan amanah besar yang nantinya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Peran sebagai madrasatul ula, ada pada bagaimana kita. mendisiplinkan akal dan jiwa anak-anak kita. Bukan hanya memiliki akal yang cerdas, melainkan juga sifat-sifat dan jiwa yang baik, melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, memiliki ilmu din dan pengetahuan yang luas, yang akan menjaganya dari kesalahan-kesalahan, serta membuatnya memiliki hikmah dan keadilan.

Ikhlaskan hati, Berharap Pahala
Di tengah kesibukan kita dalam mendidik anak, terdapat satu hal yang mungkin seringkali luput dari perhatian kita, padahal ia adalah hal yang sangat penting untuk dihadirkan dan dimaknai sepenuh hati. Meluruskan niat! Bayangkan, apa artinya kelelahan dan kepenatan kita dalam mengurus rumah dan anak-anak jika kita tidak mengikhlaskannya karena Allah. Sungguh sia-sialah jerih payah kita jika kita tak memaknaninya sebagai bagian dari ibadah kepada Allah. Jika kita meniatkannya karena Allah, maka setiap tetesan keringat kita, semua rasa lelah dan letih kita akan bernilai di sisi Allah. Apalagi jika kita juga meniatkan setiap detik dan menit yang kita lalui dalam mendidik anak-anak kita adalah untuk menjadikan mereka hamba-hamba Allah yang shalih, maka entah berapa banyak pahala yang bisa kita dapatkan.
            Jika buah hati yang kita celup dengan shibghah Islam di tiap masa-masa pertumbuhan dan perkembangannya,  sukses menjadi sosok shalih shalihah dan kemudian mereka mendoakan kita, maka pahala itu akan terus mengalir seiring dengan doa-doa mereka. Karena Rasulullah SAW telah bersabda: "Apabila anak Adam meninggal, maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak shalih yang mendoakan." (HR Muslim)
            Subhanallah ! Kita tak bisa membayangkan betapa ‘deras’ pahala yang akan mengalir dari do’a yang terucap dari lisan anak-anak kita, jika ia sukses menjadi anak shalih. Bukankah mendidik anak-anak—secapek dan sepenat apapun—akan menjadi investasi besar bagi kita, untuk kita harapkan keuntungannya di akhirat kelak? (ishlah@ymail.com)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.