Kalau dilihat secara lahiriah, ukhti fulanah memang akhwat banget. Jilbabnya yang lebar berkibar, jubahnya yang panjang
menjuntai, dan kaki yang terbungkus rapi dengan kaus kaki. Namun, siapa
mengira, bahwa dia pula yang tampak santai mengobrol, ataupun ber-hahahihi dengan
laki-laki ajnabiy (nonmahram). Entah ketika bercengkerama di dunia nyata
di pinggir jalan, kantin kampus, lewat telepon atau SMS, juga via komentar
status di facebook maupun chat/messenger di dunia maya.
Tertawa
renyah, tersenyum simpul atau pun suara yang merdu, tentu saja dapat membuat
lawan bicara berdebar-debar tak karuan. Bahkan meski ‘tanpa suara’, bahasa
tulisan yang digunakan melalui SMS/fb/chat juga bisa sangat ekspresif dan tampak begitu akrab. Meski hanya bahasa tulisan, namun dapat membekas di hati si penerima
ataupun si penulis itu sendiri. Padahal sang akhwat dan lawan jenisnya tersebut jelas bukan sepasang suami
isteri yang bisa mengakrabkan diri dengan bebasnya. Seringkali
pula, tak hanya mereka yang masih lajang, yang telah menikah pun terjebak pada
celah yang sama.
Demikianlah
sebentuk ‘pelanggaran’ batas-batas pergaulan ikhwan-akhwat yang masih terjadi
hari ini. Hal itu bisa jadi dikarenakan oleh
berbagai sebab. Ada yang memang belum mengetahui batas-batas pergaulan
ikhwan-akhwat. Ada juga yang sudah tahu, tapi belum paham. Ada pula yang sudah tahu dan paham tapi tergelincir
karena lalai. Pun, ada juga yang sudah mengetahui dan memahami, namun tak
mau tahu alias tak mau mengamalkan.
Berhijab dari Lelaki
Semua urusan perempuan dalam Islam selalu
dibangun di atas landasan penjagaan atas diri sang perempuan. Ibarat mutiara
yang mahal, perempuan dalam Islam adalah sesuatu yang sangat berharga. Untuk
mendapatkannya, harus menyelam di lautan yang dalam dan dipenuhi dengan karang
terjal. Pun ketika sudah mendapatkannya, penjagaan atasnya dan nilai yang
terkandung di dalamnya begitu tinggi.
Oleh karena itu, banyak nash yang memerintahkan kaum perempuan
agar menetap di dalam rumah dan hanya keluar untuk suatu keperluan saja. Saat
keluar pun banyak aturan dan etika yang harus diperhatikan. Semua hal tersebut bertujuan
untuk menjaga dan melindungi dirinya.
Kaum perempuan dilarang berikhtilat (campur baur) maupun
berkhalwat (berduaan) dengan kaum laki-laki, dilarang melakukan safar tanpa
mahram, memandang dan berbicara dengan laki-laki ajnabiy secara bebas, serta diperintahkan untuk memakai hijab agar
terlindung dari pandangan kaum lelaki dan menjaga kesucian diri serta
kehormatannya. Syariat Islam senantiasa mengawal
perempuan untuk tetap terjaga dalam berbagai situasi dan kondisi.
Hijab bagi perempuan bisa berupa menetap di dalam
rumah, atau juga bisa berupa pakaian yang menutupi seluruh tubuh. Sebagaimana
dinding rumah adalah hijab, demikian pula pakaian. Dengan kata lain, segala
sesuatu yang menutupi dan menghalangi sesuatu dari yang lain, bisa disebut
hijab. Dengan demikian, berhijab hendaknya tidak sebatas menutup aurat dengan
balutan pakaian, tetapi juga menjaga pembicaraan dan pandangan dari lelaki
nonmahram.
Fenomena Hari Ini
Interaksi antara ikhwan dan
akhwat memang menjadi hal yang begitu
kompleks. Di satu sisi, ada situasi dan kondisi yang mengharuskan kita
berinteraksi dengan mereka dalam suatu komunikasi dan aktivitas dalam rangka
dakwah, suatu keperluan tertentu, ataupun urusan kuliah.
Sedangkan
di sisi yang lain, peluang fitnah dan ekses-ekses negatif bertebaran di
dalamnya. Karena itulah, kita harus berupaya menjaga berbagai
ketentuan syariat untuk menghindari peluang fitnah yang berpotensi timbul. Salah satunya adalah dengan tetap berpegang pada penjagaan hijab,
kapanpun dan dimanapun kita berada. Tidak terlalu longgar juga tidak menutup
diri sama sekali hingga tak mau sedikit pun berbicara atau berinteraksi dengan
lawan jenis dengan alasan apapun. Seperlunya dan secukupnya saja, serta jika
memang menghajatkan kita untuk
berinteraksi dengan mereka.
Perkembangan teknologi dan sarana komunikasi yang
memberikan manfaat, ternyata bisa juga menjadi peluang untuk bermaksiat. Ponsel
misalnya, yang kerap kali digenggam dan dibawa kemana-mana juga bisa menjadi
sarana tidak terjaganya hijab antara ikhwan dan akhwat.
SMS/telepon sesuatu yang tidak urgen, membahas
sesuatu yang tidak penting dan tak ada perlunya, bahasa yang akrab dan bahkan
curhat satu sama lain adalah bentuk-bentuk ‘pelanggaran’ via ponsel. Bahkan,
atas nama taushiyah—padahal tendensius—antara seorang ikhwan dan seorang akhwat
juga bisa menjadi peluang dalam hal ini. Tak hanya ponsel, chat/messenger pun juga
memiliki peluang yang sama. Padahal, ada kesamaan sifat antara khalwat dengan
sms dan media tersebut, yaitu : hanya berdua, serta tidak ada orang lain yang
menyertai. Karena itulah, seharusnya kita berhati-hati.
Pesatnya
perkembangan teknologi dan komunikasi, menjadikan hijab terasa nisbi hari ini.
Apalagi menyaksikan fenomena saling mengenalnya dan semakin ‘akrabnya’ ikhwan
dan akhwat. Padahal, menjaga hijab tak mengenal ranah nyata ataupun dunia maya.
Menjaga hijab harus dilakukan dimanapun dan sebisa mungkin diupayakan. Sungguh,
“...yang demikian itu lebih suci bagi
hatimu dan hati mereka.” (QS Al-Ahzab: 33). Semoga kita bisa menjaga kemuliaan dan kehormatan diri kita
sebagai seorang muslimah, dan semoga Allah menjaga kita... (ishlah@ymail.com)
0 komentar:
Posting Komentar