ShareThis

RSS

Cinta 100%




Cinta adalah sesuatu yang abstrak. Tidak kasat mata, tetapi bisa dirasakan. Cintalah yang dapat menimbulkan getaran-getaran hati. Menyebabkan letupan-letupan emosi, entah bahagia, marah atau sedih.
 Cinta juga begitu dominan menguasai perasaan dan hati. Merasa tenang, nyaman dan damai, bila bisa selalu berdekatan dengan yang dicinta. Cinta menghasilkan kerinduan mendalam. Ingin memandang, ingin berjumpa, ingin berdekatan.
Cinta pula yang menjadi kekuatan untuk berkorban, memberi segala yang dimiliki dan rela melakukan apapun. Atas nama cinta, rasa sakit dan beban penderitaan terasa ringan menjalaninya. Demi cinta, nyawa pun bisa sebagai tebusan.

Dia-kah yang Kau Cinta?
            Abstraksi tersebut diatas memberikan gambaran tentang efek dahsyat cinta. Selanjutnya, marilah kita menilik hati kita masing-masing. Benarkah kita sudah merasakan efek-efek itu pada diri kita atas kecintaan kita kepada-Nya?
Sudahkah cinta kepada Allah menimbulkan getaran-getaran yang lain pada hati kita? Menguasai perasaan kita? Mendominasi wilayah kecintaan kita?
            Apakah kita juga merasa tenang, nyaman, damai dengan merasakan kedekatan-Nya dan ketika menyendiri bersama-Nya? Atau merasa demikian jika mendengar ayat-ayat-Nya? Apakah kita rindu dan ingin sekali bertemu? Berhasrat sekali untuk memandang dan menikmati Wajah-Nya? 
            Apakah kita telah merasa enteng mengorbankan apapun yang kita miliki untuk-Nya? Tanpa berat hati dan tanpa penangguhan? Apapun itu?
Jawab saja dengan jujur, karena hanya diri kita masing-masing dan Allah yang tahu validitas jawaban pertanyaan-pertanyaan itu. Kedalaman cinta kita kepada Allah menjadi rahasia antara kita dengan-Nya.

Jangan Duakan !
            Tanpa kita sadari, mungkin saja, kita lebih mencintai anak-anak kita atau suami kita melebihi kadar cinta kita kepada Allah. Sampai-sampai, saking cintanya kepada suami, seorang istri bisa kehilangan akal sehat ketika suaminya menikah lagi secara syar’i. Atau, seorang ibu yang tidak rela melepas anaknya, ketika sang anak harus berangkat ke ma’rokah untuk berjuang fi sabilillah.
Padahal, secara gamblang Allah berfirman, “Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. 9:24)
Allah mengingatkan kita untuk menempatkan kecintaan kepada-Nya, Rasul-Nya dan jihad fi sabilillah diatas cinta terhadap selainnya. Oleh karena itu, selayaknya kita menempatkan cinta pada tempatnya. Mencintai Allah, dan mencintai selain-Nya karena Dia. Inilah cinta yang murni 100%. Cinta yang terbebas dari ‘perbudakan cinta’ kepada makhluk menuju cinta yang merdeka. Cinta kepada Pencipta dan Penguasa Makhluk.
Jangan sampai kita duakan cinta kita kepada-Nya. Segenap cinta harus bermuara pada alasan karena cinta kepada-Nya. Pastinya, jika kita memiliki kekuatan iman, secara paralel kekuatan cinta kita kepada Allah sekuat iman kita.
             “Dan diantara manusia ada orang-orang yang memiliki tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS. 2:165)

Bukti Cinta
            Seseorang yang benar-benar mencintai, akan memberikan yang terbaik kepada yang dicinta. Begitupun seharusnya kita. Jika kita mengaku mencintai Allah, kita harus berupaya maksimal dan optimal untuk membuktikan cinta itu. Buktikan bahwa pengakuan cinta kita bukanlah omong kosong dan lip service.
            Bentuk bukti cinta tersebut adalah beribadah kepada-Nya dengan ikhlas dalam segala keadaan. Baik dalam keadaan bersemangat ataupun ketika malas menyerang. Baik ketika sendiri, ataupun bersama orang lain. Hakikat ubudiyah ialah cinta yang sempurna, merendahkan diri kepada Sang Kekasih dan tunduk kepada-Nya (Ibnu Qoyyim, Madarijus Salikin). Cinta yang mendalam akan terbias pada jasad si empunya cinta. Jika cintanya kepada Allah jujur, maka setiap anggota jasadnya akan melakukan ketaatan dengan penuh cinta.
            Barangsiapa pernah jatuh cinta, dialah yang merasakannya. Maka, jangan biarkan diri Anda mencintai sesuatu yang tidak layak untuk dicintai. Karena cinta selayaknya adalah milik Allah. Seutuhnya. Maka, pilihlah siapa yang memang layak untuk Anda cintai. Cinta yang mendatangkan cinta-Nya. Cinta yang akan membawa kebahagiaan hakiki di negeri abadi. Bukan bahagia semu dan fatamorgana. Bukan cinta yang mengundang kemurkaan-Nya. Bukan pula cinta yang menyaingi cinta terhadap-Nya. Cintai Allah sepenuh hati, dan cintai selainnya karena-Nya! (ishlah@ymail.com)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.