Bidadari surga, digambarkan—dalam ayat dan hadist—sebagai sosok yang
memiliki kecantikan, kemolekan dan keindahan fisik yang sempurna. Selain itu, bidadari surga juga
memiliki sifat-sifat karakter yang baik dan mulia, sehingga berpadulah kecantikan fisik dan akhlak para bidadari surga. Sebagaimana disebutkan dalam
firman Allah Ta’ala, “Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang
baik-baik lagi cantik-cantik parasnya.” (ar-Rahman: 70). Mengenai ayat tersebut, dijelaskan
bahwa terkumpullah kecantikan lahir dan batin pada bidadari atau wanita surga
itu. (Taisir al-Karimir Rahman hlm. 832)
Allah Ta’ala berfirman,
“Seakan-akan bidadari itu permata yaqut dan marjan.” (QS. Ar-Rahman: 58).
Al-Hasan dan mayoritas ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksudkan dalam ayat
tersebut adalah bidadari-bidadari surga itu sebening yaqut dan seputih marjan. Allah
juga berfirman, “Seakan-akan mereka adalah telur yang tersimpan dengan baik.”
(QS. Ash-Shaffat : 49). Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Yaitu
mutiara-mutiara putih yang tersimpan.” (lihat Ad-Dur Al-Mantsuur 7/89).
Hal ini menunjukkan bagaimana
sempurnanya putih para bidadari, karena putihnya mereka adalah putih yang
terjaga dari segala sentuhan. Ibarat mutiara-mutiara yang putih yang tersimpan
kokoh dalam cangkangnya, terjaga dari segala sentuhan, terjaga dari sinar
matahari, terjaga dari segala sesuatu yang bisa merusak kemurniannya dan
bersihnya warna putih tersebut. Demikian pula para bidadari, putih tubuh mereka
sempurna.
Saking cantiknya para bidadari
surga, sampai-sampai “Sekiranya salah seorang bidadari surga datang ke dunia,
pasti ia akan menyinari langit dan bumi, serta memenuhi antara langit dan bumi
dengan aroma yang harum semerbak. Sungguh kerudung salah seorang wanita surga
itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari & Muslim).
Wanita
tercantik di dunia ini, sama sekali tak sepadan jika dibandingkan dengan
kecantikan para bidadari surga. Namun, secantik-cantik bidadari surga, wanita
dunia ternyata bisa lebih mulia dan utama daripada bidadari surga. Ath-Thabrani
meriwayatkan sebuah hadist yang berasal dari Ummu Salamah r.a., istri
Rasulullah saw.
Ia berkata,
“Aku bertanya kepada Rasulullah mengenai firman Allah, ‘Dan (di dalam
surga itu) ada bidadari yang bermata jeli (hurun ‘in)’ (QS. Al-Waaqi’ah:22). Beliau lalu bersabda, ‘Bidadari yang
kulitnya bersih, matanya jeli dan lebar, rambutnya berkilau seperti sayap
burung Nasar.’ Aku bertanya lagi tentang makna ayat, ‘Laksana
mutiara yang tersimpan baik’ (QS. Al-Waaqi’ah:
23). Beliau pun
bersabda, ‘Maksudnya, bersihnya mereka seperti bersihnya mutiara yang berada
dalam cangkangnya, yang belum pernah tersentuh tangan manusia.’
Aku bertanya
lagi, ‘Wahai Rasulullah, beritahu pula aku tentang makna firman Allah, ‘Di dalan
surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik” (QS. Ar-Rahmaan: 70). Beliau
bersabda, ‘Akhlaknya baik (khairat) dan wajahnya cantik.’
Aku bertanya
lagi, ‘Terangkan pula tentang firman Allah, ‘Seakan-akan
mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan baik’ (QS. Ash-Shaaffat:
49). Beliau
bersabda, ‘Kelembutan kulit mereka seperti lembutnya kulit telur bagian dalam
yang kamu lihat, yang tertutup oleh cangkang telur.’
Aku bertanya
lagi, ‘Terangkan pula tentang firman Allah, ‘Penuh cinta (‘uruban)
lagi sebaya umurnya (atraban)’ (QS. Al-Waaqi’ah: 37). Beliau bersabda, ‘Mereka adalah para wanita yang telah
wafat di dunia dalam keadaan tua renta, matanya sudah rabun dan beruban
rambutnya. Setelah itu Allah kembali menciptakan mereka, dan menjadikan mereka
perawan lagi. ‘Uruban artinya penuh cinta dan kasih sayang. Sedangkan atraban
bermakna mereka lahir dalam satu waktu (usia mereka semua sama).’
Aku bertanya
lagi, ‘Wahai Rasulullah, mana yang lebih utama: wanita dunia atau bidadari?’ Beliau menjawab, ‘Wanita-wanita dunia lebih utama dari bidadari,
seperti kelebihan apa yang tampak dari apa yang tidak tampak.’
Aku bertanya
lagi, ‘Wahai Rasulullah, mengapa demikian?’ Beliau
bersabda, ‘Karena shalat mereka, puasa mereka, dan ibadah mereka karena Allah.
Allah Ta’ala memberi cahaya di wajah mereka. Mereka mengenakan sutra di
tubuhnya. Warna kulit mereka putih, pakaian mereka hijau, perhiasan mereka
kuning, pedupan mereka mutiara, dan sisir mereka adalah emas. Mereka
mengatakan: kami adalah perempuan-perempuan abadi yang takkan mati. Kami adalah
perempuan-perempuan bahagia yang takkan pernah miskin. Kami adalah
perempuan-perempuan penduduk tetap yang takkan pindah selamanya. Ketahuilah,
kami adalah perempuan-perempuan yang ridha dan takkan marah selamanya.
Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami menjadi miliknya.’
Aku
bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, di antara kami ada yang menikah dua kali,
tiga kali, dan empat kali, kemudian ia wafat dan masuk surga. Sedangkan para suami itu juga masuk surga
bersamanya. Lalu, pria mana yang akan menjadi suaminya di surga kelak?’
Beliau menjawab, ‘Hai Ummu Salamah, nanti dia
akan memilih, mana yang paling baik akhlaknya. Wanita itu nanti akan berkata:
“Ya Rabb, laki-laki itu paling baik akhlaknya kepadaku
di antara lainnya saat hidup bersama di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya.”
Maka, wahai Ummu Salamah,
akhlak yang baik itu akan membawa kebaikan di dunia dan akhirat.’” (HR. Ath-Thabrani). Dengan demikian, sebagai wanita penduduk dunia, kita bisa melampaui
kemuliaan dan kehebatan bidadari surga dengan ibadah dan ketakwaan kita. Karena
ibadah, ketaatan dan ketakwaanlah yang bisa menjadikan wanita dunia lebih
unggul, lebih mulia, lebih utama, bahkan lebih cantik dari bidadari surga.
Bahkan, para wanita dunia yang shalehah
yang kelak menjadi penghuni surga, akan dinobatkan sebagai sayyidatul khura’
(ratu para bidadari) yang bertahta di istana-istana surga nan mewah. (ishlah@ymail.com)
0 komentar:
Posting Komentar