Ilmu adalah makanan pokok bagi akal. Seorang muslimah
selayaknya senantiasa memberikan suplai ilmu untuk akalnya. Pada zaman
Rasulullah SAW, para shahabiyat sangat memaknai nilai ilmu. Para wanita saat
itu berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, berikanlah kesempatanmu
barang satu hari supaya kami dapat belajar darimu, agar kami tidak kalah dengan
kaum laki-laki”. Maka beliau berkata, “Baiklah, tempat belajar kalian di rumah
si Fulan”. Lalu beliau pun datang ke rumah tersebut, lalu memberikan nasihat,
mengingatkan dan mengajari mereka. (HR Bukhari).
Oleh karena itulah, muslimah harus cerdas. Statemen
tersebut pastinya bukan sekadar slogan atau utopia. Kedudukan muslimah sebagai
individu yang sejajar dengan laki-laki dalam hal memperoleh ilmu, sebagaimana
terangkum dalam hadits “ Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah, Al Baihaqi dan Ibnu ‘Adi), seharusnya membuat setiap muslimah tersadar akan
eksistensi dirinya.
Muslimah sebagai unsur penting dalam
membangun
peradaban Rabbani
harus memiliki basis intelektual yang kuat. la memiliki peran yang sangat besar
dalam mewarnai serta membentuk pola fikir dan pemahaman keluarganya, lingkungan di sekelilingnya dan masyarakat secara umum..
Muslimah sebagai salah satu pilar pengusung kebangkitan Islam,
membutuhkan kekuatan akal yang kuat untuk berfikir secara kritis dan memiliki
daya intelektualitas yang dapat ia manfaatkan sebagai bekal untuk memahami dien
dan lingkungannya. Terlebih pada masa seperti saat ini, di mana berbagai syubuhat
pemikiran dan kondisi realita zaman yang rusak serta dipenuhi oleh gelimang dosa dan
kemaksiatan. Ia harus menggunakan akalnya secara jernih, untuk kemudian
menganalisa, mengevaluasi serta memilih langkah terbaik yang harus ia lakukan
dalam menghadapi tantangan zaman. Akal yang terbina dan terbentengi oleh nilai-nilai
dien dan landasan ilmu yang kuat akan tegar menghadapi godaan dan
gempuran sedahsyat apapun, dengan ijin Allah.
Eksistensi yang ia miliki bersama laki-laki dalam perjuangan menegakkan
Islam membutuhkan kepekaan intelektual yang tajam. Partisipasi muslimah dalam kemajuan dan kebangkitan Islam harus dilakukan secara sadar, terencana dan diatas
kepahaman. Bukan berdasarkan emosi, kebodohan dan hanya ikut-ikutan. Sebagai
pendamping laki-laki (syaqaiqurrijal), ia juga harus memiliki kemampuan
berfikir yang cerdas dan pemahaman (tashawwur) yang baik. Sehingga ia
dapat menjadi seorang pendamping yang mendukung, memotivasi, dan memberikan
'suntikan-suntikan' yang diperlukan.
Sebagaimana
yang dilakukan oleh
salah seorang ummahatul mu'minin, Ummu Salamah, yang memberikan 'saran jitu' ketika
Rasulullah mendatangi beliau dan menjelaskan bahwa ia telah memerintahkan
umatnya untuk bertahallul dan ihram, namun mereka tidak memahaminya. Dengan
cerdasnya ia menyarankan, “Ya Rasulullah, keluarlah engkau, dan jangan
berbicara sepatah kata pun kepadada umatmu, hingga engkau menyembelih kurbanmu
dan memanggil tukang pangkas untuk mencukur rambutmu". Atas anjuran ini,
umat Rasulullah SAW
kemudian menjadi sadar atas kelalaian mereka dan mengikuti apa yang dilakukan
beliau. Dengan demikian, seorang istri tidak sekadar menjadi konco wingking yang
terbelakang dan menjadi sosok inferiority complex yang
digambarkan sebagai someone who has a long hair and short understanding.
Pun, dalam mendidik
generasi juga membutuhkan pengetahuan. Karena anak tidak cukup hanya diberi
makanan dan perhatian pada aspek jasadiyahnya saja. Ia membutuhkan suplai
ruhani dan fikriyah, yang untuk memenuhi kebutuhan tersebut ia dituntut untuk
memiliki pengetahuan dan pemahaman yang luas. Pola fikir yang ia tanamkan akan
sangat berpengaruh pada pembentukan kepribadian anak. Rasulullah SAW bersabda : "Setiap
anak yang lahir dilahirkan dalam keadaan fitrah Islam. Terserah kepada kepada
kedua orangtuanya anak itu akan dijadikan Yahudi, Nasrani ataupun Majusi" (HR.Bukhari).
Oleh karena itu, dalam upaya mencerdaskan
muslimah hendaknya terdapat relevansi antara kebutuhan dan
kemampuan. Harus diperhatikan tentang apa-apa yang dibutuhkan oleh akal
wanita tersebut sehingga input materi (baca : ilmu) yang masuk ke dalamnya
dapat bemanfaat secara maksimal dan digunakan pula secara optimal. Meskipun
dalam mempelajari ilmu terbuka peluang selebar-Iebarnya dan seluas-Iuasnya
sebagai realisasi dari wajibnya tholabul 'ilmy bagi tiap muslim. Akan
tetapi, memprioritaskan ilmu yang lebih penting dari beragam ilmu yang ada akan
jauh lebih baik. Sebagai misal, sebut saja Ukhti Fulanah seorang aktivis dakwah
dengan jam terbang tinggi dan memiliki tsaqofah dan fikriyah yang hebat. Ukhti satu ini memang menguasai ilmu-ilmu tentang siyasah
syar'iyyah, harakah islamiyah, amal jama'i, fiqhul jihad, dan yang lainnya.
Ia juga pintar dalam penguasaan informasi dan teknologi terkini.
Tapi sayang, setelah ia menikah ia merasa menyesal karena tidak
memprioritaskan ilmu-ilmu yang sesuai dengan fitroh kewanitaannya dan relevan
dengan tugas-tugas dan kewajibannya sebagai istri dan ibu. Ia sama sekali tak
tahu bagaimana ilmu tentang mengatur rumah tangga, ia juga tak menguasai ilmu
tentang pernak-pernik pernikahan, ilmu tentang melahirkan dan merawat bayi, dan
ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan dengan tugas yang ia emban. Pada dasarnya,
tidak ada ilmu yang tidak bermanfaat, selama ilmu tersebut adalah ilmu yang
benar. Yang perlu dicermati bagi seorang wanita adalah bagaimana ia memenuhi
ilmu-ilmu yang berhubungan dengan tugas dan kewajibannya sebagai istri dan ibu,
setelah pemenuhan atas ilmu yang berkaitan dengan kewajiban fardiyahnya sebagai
hamba Allah.
Sekali lagi bukan berarti ilmu yang selain itu tidak perlu, namun lebih
kepada penekanan dan porsi yang diberikan antara ilmu tersebut dengan yang
lainnya. Jauh lebih baik apabila ia dapat menguasainya secara keseluruhan jika
memang ia mampu.
Untuk itulah Islam memberikan perhatian yang besar
terhadap pemfungsian akal wanita. Islam mengatur tentang bagaimana seorang
muslimah dapat memiliki kemampuan akal yang baik. Karena dari kemampuan inilah
ia akan melahirkan pribadi-pribadi yang berkualitas, selain
dengan kekuatan iman dan taqwa tentunya. (ishlah@ymail.com)
0 komentar:
Posting Komentar