Diantara berbagai perhiasan dunia ini, wanita shalihah merupakan
perhiasan terbaik, sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadits, “Dunia adalah
perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah” (HR Muslim).
Shalihah adalah kata sifat yang berarti baik. Wanita shalihah adalah
wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Muslimah shalihah merupakan sosok
pribadi yang telah tercelup oleh celupan (shibghah) keimanan. Ia menghambakan
diri kepada Allah dan senantiasa berusaha menetapi setiap hal yang telah
disyari’atkan-Nya. Apapun yang diperintah Allah, ia akan berupaya maksimal
untuk merealisasikannya. Dan apapun yang dilarang Allah, sebisa mungkin ia
tinggalkan. Hatinya diliputi oleh ketakwaan. Hati yang terbebas dari penyakit
dan kebusukan. Hati yang bersih dari obsesi dan ambisi duniawi yang semu.
Karena ia sadar, hanya di sisi Allah-lah keutamaan dan kemuliaan. Sadar bahwa ridha
Allah dan jannah-Nya adalah tujuan utama kehidupan.
Muslimah
Shalihah, Bersih Hatinya
Hati adalah pusat kebaikan pribadi
seseorang. Jika hati seseorang baik, maka baiklah seluruh jasadnya. Sebaliknya,
jika hatinya buruk maka buruklah seluruh jasadnya. Kelurusan hati juga menjadi
faktor penentu keselamatan seseorang di akhirat nanti. “(yaitu) di hari harta
dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan
hati yang bersih” (QS Asy-Syu’ara’:88-89). Dengan demikian, profil shalihah tak
bisa dipisahkan dari pribadi muslimah yang berhati lurus dan berjiwa bersih.
Karena itulah, perbaikan dan pembersihan hati dari noda-noda dan virus
yang menjangkitinya haruslah senantiasa dilakukan. Agar hati bersih dari segala
kotoran dan penyakit yang mengancam. Hati juga harus dijaga dari berbagai
bentuk bujuk rayu setan, yang kerap menjadikan hawa nafsu sebagai tunggangannya.
Muslimah shalihah harus memiliki hati yang bersih dan jiwa yang suci,
dengan segenap usaha terbaik yang bisa dilakukan. Kebersihan hati dan jiwa
adalah pondasi untuk meraih keselamatan dunia dan akhirat. Hati yang bersih dan
lurus juga berfungsi sebagai kunci untuk mendapatkan kebahagiaan hidup. Bahkan
hanya dengan cara membersihkan hati dari segala bentuk kesyirikan dan hawa
nafsu, lalu menundukkannya untuk menghamba kepada Allah dan menjadikan-Nya
satu-satunya Ilah (sesembahan), hati seseorang dapat berbahagia.
Karena, ia telah menjadikan Allah sebagai tujuan hidupnya dan ia tidak
bersandar atas apapun dan siapapun selain Allah. Ia bebas dari segala hal
kecuali yang berkaitan dengan Allah. Ia hidup atas keyakinan dan ketergantungan
hanya kepada Allah. Ia menjadikan Allah sebagai tempat untuk berserah diri,
dengan penuh rasa cinta, pengagungan, ketaatan, ketundukan, merendahkan diri,
penuh rasa takut dan berharap, serta bertawakal kepada-Nya. Tanpa itu semua,
kebahagiaan yang dirasakan seseorang hanyalah bahagia semu dan fatamorgana.
Dengan demikian, penyebab utama hidupnya hati dan
kebersihannya adalah tauhid (mengesakan Allah). Hati akan senantiasa damai jika
seseorang memerdekakan hatinya dari setiap bentuk perbudakan dan menjadikan
Allah sebagai puncak keinginan dan kecintaan, serta menjadikan-Nya satu-satunya
Zat yang diibadahi.
Dan jika segala
sesuatunya kita kembalikan kepada Allah, maka akan hilanglah segenap duka dan
seluruh gundah gulana yang ada. Hati akan diliputi dengan ketenangan dan
kekhusyukan. Bila suatu saat merasakan penderitaan di jalan-Nya, maka itulah
pengorbanan untuk Dzat yang kita cintai. Dan berkorban untuk Dzat yang
dicintai, menjadi suatu nikmat tersendiri. Jika bahaya mengancam diri, maka
jiwa akan aman dan tentram dalam perlindungan-Nya. Yakin sepenuhnya, bahwa
keselamatan dan kemadharatan adalah kekuasaan Allah semata, yang hanya akan
terjadi atas izin-Nya. Kalaupun kehidupan dunia tak berpihak padanya dan
diliputi kesengsaraan serta kesulitan hidup, maka rasa harap atas pahala
kesabaran dan keindahan jannah-Nya menjadikan hidupnya terasa ringan dan mudah.
Pribadi yang Utuh
Seorang muslimah
shalihah digambarkan Al-Qur’an sebagai sesosok pribadi yang memiliki jiwa yang
tinggi dan berkepribadian utuh. Semakin ia menaati Allah, maka semakin utuh-lah
pribadinya dan makin tinggilah jiwanya.
Gambaran tentang sosok
tersebut adalah pribadi yang di dalam dirinya menancap kalimat thayyibah,
yaitu laa ilaaha ilallah. Seseorang yang pemahaman laa ilaaha ilallah
begitu kuat tertanam pada dirinya, diibaratkan seperti pohon yang baik.
öNs9r& ts? y#øx. z>uÑ ª!$# WxsWtB ZpyJÎ=x. Zpt6ÍhsÛ ;otyft±x. Bpt7ÍhsÛ $ygè=ô¹r& ×MÎ/$rO $ygããösùur Îû Ïä!$yJ¡¡9$# ÇËÍÈ þÎA÷sè? $ygn=à2é& ¨@ä. ¤ûüÏm ÈbøÎ*Î/ $ygÎn/u 3 ÛUÎôØour ª!$# tA$sWøBF{$# Ĩ$¨Y=Ï9 óOßg¯=yès9 crã2xtGt ÇËÎÈ
“Tidakkah
kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik, seperti pohon yang baik; akarnya teguh dan cabangnya (menjulang)
ke langit. Pohon
itu memberikan buahnya pada setiap
musim dengan seizin Rabb-nya.
Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS Ibrahim:24-25).
Pohon yang diibaratkan
dalam ayat tersebut, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, adalah
pohon kurma. Sebagaimana kita ketahui, pohon kurma merupakan pohon yang kuat
dengan akar yang kokoh, batang yang menjulang tinggi dan buahnya yang
bermanfaat dan lezat di setiap musimnya.
Ibarat pohon dengan
akar teguh, cabangnya menjulang ke langit dan memberikan buahnya pada setiap
musim, adalah sesosok pribadi muslimah yang memiliki kekuatan akidah yang
menghunjam, ibadahnya tinggi dan hatinya ‘terikat dengan langit’, serta
akhlaknya manis pada setiap kesempatan, yangmana manis akhlaknya dapat
dirasakan oleh orang-orang di sekelilingnya.
Kepribadian shalihah
adalah sesuatu yang terangkum dalam lahiriyah dan batiniah seorang muslimah.
Sosok mar’ah shalihah tidak hanya tampak pada lebarnya jilbab dan jubah, namun
juga cemerlangnya hati dan jiwa. Pun, kelurusan batin serta ruhiyah pasti
terefleksikan pada penampilan lahiriyah yang terwarnai oleh syariat Islam dan
akhlak karimah. Wallahu a’lam. (Ummu Aman)
0 komentar:
Posting Komentar