ShareThis

RSS

Menahan Pandangan



 Di sebuah kos-kosan muslimah, terdengar riuh rendah para akhawat yang sedang memperbincangkan profil sosok ikhwan mujahidin yang dimuat dalam sebuah majalah Islam. Artikel tersebut juga menampilkan foto close up seorang mujahid bule berkebangsaan Amerika lengkap dengan kafayeh yang ia kenakan dan jenggotnya yang menjuntai. Membuat para akhawat tersebut saling mengangsurkan majalah untuk melihat wajah sang mujahid. “Deuh, cakep banget ya!” celetuk salah seorang akhwat sambil terus menatap wajah ikhwan mujahid tersebut dan menikmati pesonanya.
                Memandang memang aktivitas yang tidak bisa lepas dari keseharian kita sebagai manusia normal. Namun, memandang ternyata tak bisa seenak kita sendiri. Melepaskan begitu saja pandangan mata tanpa mengarahkannya dengan tepat. Bahkan mereka yang notabene bergelar akhwat. Figur muslimah yang paham din dan mengamalkan syariat. Kasus yang terjadi pada ilustrasi diatas adalah contoh bahwa jebakan pandangan ada di mana-mana. Membuat mata tergerak untuk menjatuhkan pandangan pada sesuatu yang sebenarnya tak perlu atau tak sepatutnya untuk terus-menerus dipandangi. Sekedar pandangan tiba-tiba atau tidak sengaja adalah maklum, karena setelahnya ia akan memalingkan pandangannya. Namun jika dengan sengaja memandang, mencuri pandang apatah lagi mengamati dengan cermat tanpa adanya suatu keperluan yang menghajatkannya, pastinya adalah suatu hal yang tak seharusnya dilakukan.
               
Dari Mata Turun ke Hati
                Pandangan mata ibarat sebuah saluran yang terhubung dengan hati. Barang siapa yang mampu menjaga pandangannya dari hal-hal yang diharamkan atau yang mengarah kepada keharaman, maka akan baguslah hatinya karena hanya yang baik-baik saja yang memasuki saluran itu. Namun, jika pandangan diumbar dan dibiarkan memandang sesuatu yang tidak sepatutnya dilihat, maka hati tersebut tak ubahnya tempat sampah yang dipenuhi kotoran dan kebusukan.
                Demikian pula, pandangan merupakan cerminan bagi hati. Seseorang yang hatinya bersih akan dapat dengan mudah mengontrol pandangannya dan menjaganya. Sebaliknya, orang yang hatinya sakit atau bahkan mati, maka pandangannya akan lepas tanpa batas, liar tanpa kendali dan bebas memandang sesukanya.
                Pandangan mata bisa menjadi awal bencana bagi pemiliknya. Bermula dari pandangan inilah yang akan lahir keinginan, dan keinginan akan melahirkan pemikiran. Dari pemikiran tersebut lahirlah syahwat (hawa nafsu) yang pada akhirnya syahwat itu akan mendorong menjadi keinginan yang sangat kuat hingga terjadilah apa yang diinginkan oleh nafsunya. Sebuah pepatah berkata, darimana datangnya lintah, dari sawah turun ke kali, darimana datangnya cinta, dari mata turun ke hati. Hanya dengan memandang, seseorang bisa terjangkit fitnah hati yang seringkali lebih sulit mengobatinya daripada mengantisipasinya.
                Karena itulah, Allah memerintahkan untuk senantiasa ghadhdhul bashor, yaitu menjaga, menahan atau menundukkan pandangannya dari perkara-perkara haram yang tak boleh dilihat. Tak hanya kepada para ikhwan yang efek pandangan bisa menjadi ‘luar biasa’ bagi mereka. Para akhawat pun secara khusus diperintahkan Allah untuk melakukan ghadhdhul bashor. “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya..” (QS. An-Nuur: 31). Dengan menjaga pandangan, berbagai macam penyakit dan fitnah hati dapat dicegah dan diantisipasi.
               
Hati-hati dengan Pandangan
                Banyak hal bisa menjadi perangkap bagi kita dalam memandang. Dengan alasan sudah menikah dan ‘terbentengi’, kemudian merasa sudah berada di wilayah aman untuk melonggarkan pandangan melihat lawan jenis. Ia berpikir, toh saya sudah menikah, jadi ya nggak akan ada efek apa-apa kalau mau memandang ikhwan. Padahal, menikah atau belum menikah, keharusan ghaddhul bashar masih melekat pada dirinya.
                Menjaga pandangan umumnya hanya karena bertemu dan bertatap langsung. Tapi hari ini, ketika arus teknologi informasi semakin deras mengalir pesat, tanpa harus bertemu dan bertatap pun, perangkap pandangan ada di mana-mana dan siap untuk membuat kita terjebak di dalamnya.
                Ketika para ikhwan harus mampu menahan pandangan di saat berselancar di dunia maya—karena bisa saja tergoda dengan banyaknya gambar atau foto bertebaran yang menampilkan wanita-wanita baik berkerudung atau tidak—para akhwat pun demikian. Meski tidak hanya dunia maya, karena bisa jadi televisi, film, koran atau majalah yang kita konsumsi memuat gambar atau foto yang bisa menjebak pandangan kita pada sesuatu yang mengarah pada keharaman, atau menampilkan sebuah aktivitas kemungkaran (para wanita yang menampakkan auratnya secara terbuka, berpelukan/berciuman dengan lawan jenis, dan lainnya). Di saat-saat itulah, ketika kita membaca koran atau majalah, sedang berada di depan layar komputer, laptop ataupun TV. Kondisikan hati terpaut dengan Allah pada saat-saat itu terutama ketika sendiri, jangan sampai kita memandangi atau menikmati gambar atau tayangan yang tak patut jika kita melihatnya. Malu dan saru kalau harus dipandangi oleh kedua mata kita.  
                Apalagi, jika kita sadar betul bahwa Allah selalu mengawasi kita. Senantiasa mengetahui ke arah mana bola mata ini berputar mengarahkan pandangannya. “Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang tersembunyi di dalam dada.” (QS. Al Mu'min [40]: 19). Mestinya, kita akan berusaha menjaga mata ini dengan sebaik-baiknya.
Apalagi, penglihatan kita akan dimintai pertanggungjawaban nantinya. Hati-hati menjaga pandangan ! (Ummu Aman)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.