ShareThis

RSS

Menjadi Shalihah, Bukan Utopia

Wajah dunia hari ini, menggambarkan potret buram sosok-sosok wanita yang tak menyadari dan memahami predikat muslimah yang disandangnya. Banyak dari mereka yang notabene muslimah, justru berlawanan dengan jati diri muslimah yang sesungguhnya. Sebutan muslimah sekarang ini hanyalah sebatas membedakan agama apa yang dianut, tanpa merefleksikan ajaran agama tersebut. Menemukan figur muslimah nan shalihah hari ini, bagai mencari jarum di tumpukan jerami.

Minimnya Ilmu
Ketidakpahaman sebagian besar muslimah disebabkan oleh minimnya ilmu yang mereka miliki, terutama berkaitan dengan esensi dari makna muslimah itu sendiri. Seorang muslimah seharusnya berusaha untuk belajar serta menimba ilmu tentang makna dan hakikat muslimah, plus konsekuensi yang terkandung di dalamnya.
          Pemahaman tersebut hendaknya dilandasi oleh kesadaran, bahwa tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Allah berfirman, “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat:56). Dan orientasi yang ia tuju adalah ridha Allah dan surga yang lengkap dengan fasilitasnya, beserta segenap kenikmatan dan keindahannya.
Dalam hal ini, seorang muslimah hendaknya mengetahui bagaimana pemahaman akidah yang benar, berkaitan tentang pengenalannya kepada Allah (ma’rifatullah) baik terhadap rububiyah (kekuasaan, penciptaan serta penjagaan Allah terhadap makhluk-makhluk-Nya) , uluhiyah (bahwa hanya Allah-lah yang berhak diibadahi), dan asma’ wa shifat Allah (nama-nama dan sifat-Nya). Seorang muslimah juga harus mengerti tentang apa-apa yang Allah perintahkan untuk kemudian ia laksanakan, serta apa-apa yang Allah larang untuk kemudian ia jauhi.
         Muslimah juga sepatutnya memahami tentang bentuk-bentuk ibadah yang telah Allah syari’atkan melalui perantaraan Rasul-Nya, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam. Karena ibadah yang ia tegakkan, tak akan bernilai dan diterima oleh-Nya jika tak memenuhi dua syarat ibadah, yaitu ikhlas dan mutaba’aturrasul (mengikuti apa-apa yang telah dicontohkan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam). Dan untuk mengetahui apakah bentuk ibadah yang ia laksanakan sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, hanyalah bisa dilakukan dengan mengilmui dalil-dalil yang ada di dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam.
           Selain itu, muslimah hendaknya juga mempelajari serta merealisasikan akhlaqul karimah (akhlak mulia) yang akan menjadi penghias perilaku dan kepribadiannya. Akhlak ibarat buah yang manis, yang akan dirasakan oleh orang-orang disekelilingnya dan memberikan manfaat serta pengaruh yang baik bagi orang lain. Akhlak juga ibarat wewangian yang menebar keharuman bagi siapa saja yang menghirup aromanya. Akhlak pula yang menjadikan keimanan seseorang sempurna, “Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi). Muslimah berakhlak akan menjaga hatinya, matanya, lisannya, telinganya, tangan dan kakinya dari segala sesuatu yang mengundang kemurkaan Allah dan membawa madharat bagi dirinya dan orang lain. Sehingga, ia senantiasa mengarahkan setiap bagian tubuhnya untuk membawa kebaikan bagi orang lain dan mencari pahala dari kesantunan akhlaknya. Itulah akhlak muslimah, yang indahnya tiada tara.
             Upaya untuk mempelajari nilai-nilai tersebut, haruslah dilakukan secara konsisten (ajeg) dan kontinyu (terus menerus). Karena perbaikan harus dilakukan setiap waktu, tanpa mengenal kata berhenti, kecuali ajal yang menanti.

Dunia yang Menggoda
Sejak zaman dahulu kala, dunia telah menjadi ujian bagi hamba-hamba-Nya. Kesenangan hidup dan warna-warninya telah membuat banyak orang lalai, terlena dan terbuai. Begitu pula yang melanda para muslimah hari ini. Banyak dari mereka yang menjadi ‘korban’ hedonisme ala barat. Bergaul secara bebas tanpa batas, mengikuti tren mode yang melanggar syariat, bergaya hidup semau gue tanpa peduli dengan aturan dan ketetapan Allah.
           Life style muslimah saat ini tidak lepas dari pengaruh majalah dan tontonan yang mereka konsumsi. Sehingga kedua hal tersebut telah memberikan gambaran dan membentuk pola pemikiran yang menganggap bahwa kehidupan ala barat (yang notabene bertentangan dengan syariat Islam) adalah lebih baik dan lebih menyenangkan. Dengan kata lain, lebih memuaskan hawa nafsu. Karena memang, hawa nafsu manusia cenderung kepada pemuasan syahwat, tak peduli harus melanggar syariat.
         Padahal, berapa banyak kerusakan yang kemudian terjadi pada mereka. Berapa banyak yang kemudian tak lagi malu menonjolkan bagian-bagian tubuhnya yang seharusnya ditutupi, berapa banyak yang kehilangan kehormatan (baik dalam arti keperawanan maupun sudah ‘dipegang-pegang’), ataupun MBA (married by accident alias hamil di luar nikah). Nas’alullah afiyah. Kesenangan dunia dan kebebasannya telah membius mereka. Membuat mereka lupa pada Rabb-nya, bahkan lupa pada diri mereka. Bahwa nantinya mereka akan mempertanggungjawabkan setiap amal mereka, dan akan mendapat balasan yang sesuai dengan perbuatannya.
            Kehidupan yang jauh dari nilai-nilai Islam dan lekat dengan gaya hidup orang-orang kafir, seharusnya tak membuat kita kepincut dan ingin menikmatinya. Karena Allah telah berfirman, “Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.” (QS Ali ‘Imran:196-197).
          Dan seharusnya, seorang muslimah bersabar atas setiap godaan dunia yang menari-nari dihadapannya. Karena kesabaranlah sebaik-baik sikap dalam sebuah perjuangan menetapi kebenaran. Sabar untuk menaati Allah, sabar untuk tidak bermaksiat kepada Allah, dan sabar dalam ujian yang diberikan Allah. “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-nya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melampaui batas.” (QS. Al-Kahfi:28)

Butuh Proses, Bukan Instan
Untuk menjadi muslimah nan shalihah, tentunya tak secepat membuat mi atau kopi kemasan yang serba instan. Butuh proses yang tak sebentar. Hal ini berkaitan dengan transfer ilmu dan nilai keislaman yang harus diserap oleh seorang muslimah, yangmana membutuhkan waktu, ketekunan dan kesungguhan. Dan yang demikian, haruslah muncul dari sebuah tekad (azzam) yang kuat, dan didasari oleh keikhlasan semata. Untuk menggapai ridha Allah, bukan tendensi selainnya.
          Satu hal pula, bahwasanya keberhasilan kita untuk menjadi lebih baik adalah karena taufik dari Allah. “Tidaklah aku bermaksud kecuali (melakukan) perbaikan sesuai dengan kemampuanku. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah-lah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS Huud:88). Oleh karena itu, hendaklah kita selalu berdoa supaya diberikan kemudahan oleh Allah dalam berpegang kepada kebenaran dan menetapinya, di tengah arus kerusakan dan gelombang kemaksiatan yang merajalela. Dan janganlah sekali-kali kita menyandarkan kebaikan diri kita hanyalah karena kemampuan diri kita dan tanpa pertolongan Allah. Karena seluruh kemudahan dan kemampuan yang kita miliki adalah karunia Allah. Semua karena Allah. Tidak ada kemudahan kecuali yang Ia mudahkan dan takkan ada kesulitan jika Ia menjadikannya mudah. La quwwata illa billah. “Wahai Zat Yang Mahahidup, Wahai Zat yang Terus-menerus mengatur hamba-Nya, dengan rahmat-Mu aku memohon perlindungan, dan perbaikilah seluruh keadaanku, serta janganlah Engkau (menjadikan) aku bersandar pada diriku, sekejap matapun” (Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah, no. 27)
          Well, menjadi mar’ah shalihah bukanlah utopia. Meski tidak mudah memang. Tapi bukan berarti sulit sekali dan impossible. Bukankah seorang winner akan berkata : ”It may be difficult, but it’s so possible”, berbeda dengan seorang loser yang akan berkata: “It may be possible, but it’s so difficult”. Yakinlah bahwa kita mampu merealisasikannya, dengan ijin Allah.(Ummu Aman)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.