Kecantikan
yang barakah adalah kecantikan lahiriah seseorang yang mensyukuri bahwa hal itu adalah karunia Allah. Tak patut rasanya jika ia merasa bangga dan sombong atas kecantikannya. Ia juga menjaga
kecantikan itu dari dua hal. Pertama, menjaganya dari perkara-perkara yang
diharamkan Allah dan tetap menjaga kesucian diri dan kehormatannya. Kedua,
menjaga dan merawat kecantikan yang dimilikinya. Selain itu, ia tidak
memamerkannya kepada orang-orang yang tidak berhak menikmati kecantikannya,
juga tidak melakukan tabarruj atas wajah cantiknya.
Ia julurkan di
atas kecantikannya pakaian ketakwaan yang merupakan sebaik-baik pakaian dan
menutup auratnya. Ia hiasi paras ayunya dengan hiasan kesalehan yang merupakan
sebaik-baik perhiasan. Ia kendalikan hawa nafsunya untuk tidak melanggar
perintah dan mengerjakan larangan, terutama yang berkaitan dengan kecantikan
miliknya. Orang-orang cantik inilah yang akan selamat dari ujian kesabaran atas
karunia kecantikan. Bersabar untuk tidak bermaksiat dan tetap taat. Bersabar
supaya tidak mengikuti dorongan nafsu
untuk mengeksploitasi kecantikannya. Sabar dan syukur, itulah sifat yang
dimiliki oleh pemilik kecantikan yang barakah. Inilah kecantikan yang mendatangkan
kecintaan Allah atas pemiliknya.
Berlawanan dengan itu,
kecantikan penuh fitnah adalah
kecantikan yang merugikan si pemilik dan mengundang kemurkaan Allah atasnya.
Yaitu kecantikan yang digunakan sebagai sarana untuk bermaksiat kepada Allah.
Kecantikan yangmana pemiliknya ‘diperkosa’ oleh nafsunya supaya mau memamerkan
kecantikannya, menyombongkannya dan menonjolkannya. Bahkan ia merasa bangga
jika dapat memuaskan penglihatan lawan jenis (yang tidak berhak) atas
kecantikan miliknya.
Dengan
kecantikan yang ia miliki, ia justru terseret jauh dari keridhaan Allah. Karena
ia telah menyia-nyiakan karunia kecantikan yang diberikan oleh-Nya. Bukannya
menjaga keindahan dirinya dari fitnah, ia justru menjadikannya sebagai peluang
fitnah. Kecantikan yang seharusnya menjadi potensi ketaatan, malah ia jadikan
sebagai modal kemaksiatan. Inilah kecantikan penuh fitnah, yang sia-sia dan dibenci oleh Allah.
Walaupun kecantikannya tiada tara, namun tak ada artinya (di sisi Allah).
Menjaga
Diri dari Fitnah
Wanita memang
menjadi sumber fitnah terbesar bagi para laki-laki sebagaimana sabda Nabi SAW.
Seraut wajah seorang wanita, bisa saja
membuat seorang lelaki terbayang-bayang dan mabuk kepayang. Oleh karena itu,
ada sebagian ulama yang mewajibkan menutup wajah karena besarnya peluang fitnah
yang bisa ditimbulkan.
Terlepas dari
pendapat mana yang kita pilih antara sufur
(membuka wajah) atau menutupnya dengan niqab
(cadar), yang harus diperhatikan adalah penjagaan fitnah yang harus dilakukan.
Karena, hari ini banyak kita temui kurangnya ihtimam terhadap penjagaan tersebut.
Banyak kita
temui di jejaring sosial, para akhawat memasang profile picture alias foto dirinya baik yang bercadar atau pun
tidak. Ada yang rame-rame bersama akhawat lain, ada juga yang sendirian.
Termasuk, ada pula yang memasang foto close
up-nya lengkap dengan cadarnya. Padahal tidak jelas apa tujuannya dan
kepentingannya, selain narsis (mungkin). Dengan demikian, setiap mata laki-laki
bisa saja memandangi dan membayangkan dirinya meski sehelai kain menutupi
sebagian wajahnya, sedangkan mata dan sebagian wajah lainnya masih bisa
dipandangi dengan leluasa.
Pun demikian
dengan akhawat yang membuka wajahnya. Dengan pede-nya ia tebar senyuman dan pesona. Berdandan dengan maksud supaya terlihat cantik dan menarik. Ditambah
suara yang dibuat semerdu mungkin dan gesture
yang sok manis. Justru ketika dirinya berada di tempat bertemunya ia dengan
para ikhwan, seperti di kampus, pameran buku, atau selainnya. Lengkap sudah
menjadi sumber fitnah. Naudzubillah!
Suami yang
Paling Berhak Menikmati
Kecantikan yang mendatangkan pahala
adalah yang tepat penikmatnya. Suami adalah satu-satunya penikmat kecantikan
kita yang paling tepat. Karena itulah, berhias dan tampil cantik harusnya ditujukan khusus untuk suami kita.
Meski seringkali kita temui, banyak yang begitu ribut dan ribet dalam
memperhatikan penampilan ketika akan keluar rumah. Berbagai persiapan akan
dilakukan untuk sebisa mungkin tampil cantik dan mengundang perhatian publik. Padahal ketika berada di rumah, mereka
cuek dan acuh terhadap dandanan mereka, meski di hadapan suami tercinta. Cukup
tampil apa adanya, kusut, semrawut dan berantakan, plus daster yang sudah usang
dan perlu ditambal. Bukanlah hal yang mengherankan jika suami akhirnya lebih
memilih untuk mencari “pemandangan” di luar yang lebih indah dan menarik.
Oleh karena
itu, bagi akhawat yang telah menikah, suami mendapat prioritas penting sebagai
tujuan utama berhias. Berdandan untuk suami bernilai ibadah. Seorang istri yang
sadar akan kewajibannya, akan berupaya maksimal untuk dapat menarik perhatian
suami dengan mengerahkan setiap potensi keindahan dan kecantikannya. Sehingga,
ia bisa tampil untuk menjadi penyejuk mata, penyenang jiwa dan penentram hati
bagi suami. Pun ia sanggup, menjaga pandangan suami dan kemaluannya, hingga tak
ada kata berpaling kecuali hanya pada istrinya.
Dan jika belum menikah, jaga dan rawat
kecantikan tersebut hingga pada saat yang tepat nanti, kita bisa menampilkannya
dengan baik. Jangan biarkan laki-laki lain sedikit pun menikmatinya. Karena tak
ada hak secuil pun baginya. Kecantikan kita adalah sesuatu yang spesial. Hanya
orang spesial yang bisa mendapatkannya. Dialah suami kita nantinya.
Berhias pun dapat berpahala,
jika kita meniatkannya karena Allah dan tepat dalam menempatkannya. Semoga barakahlah yang kita raih atas
kecantikan kita... (Ummu Aman)
0 komentar:
Posting Komentar