(source) |
Seorang akhwat tampak merenung. Ia
teringat masa-masa ketika ia belum mendapatkan hidayah dahulu. Ketika ia masih
bergelimang dengan gemerlapnya dunia. Maklum, ia lahir
dan besar di sebuah kota metropolitan yang kental dengan gaya hidup materialis, modern dan hedonis.
Saat
itu, ia benar-benar merasakan sebuah kebebasan dalam memaknai kehidupan dan eksistensi dirinya. Bebas dan sangat menikmati hidup. Mengikuti tren mode, pulang jam 2 malam, party sama teman-teman, nongkrong di kafe atau
mal, nonton
bioskop dan konser musik, travelling
kemana-mana, melakukan apa saja yang ingin ia lakukan. Bebas lepas, tanpa batas.
Dan
kini, dalam balutan pakaian yang rapat menutup auratnya. Ia menyadari bahwa
kehidupannya telah berubah. 180 derajat dari masa yang pernah dilaluinya. Meski
terkadang, memori ‘kenyamanan hidup ala jahiliyah’ itu hadir tanpa diundang.
Mengganggu kehidupannya saat ini, yang begitu sarat dengan aturan dan batas
yang sebisa mungkin ia jaga. Tak bisa seenaknya melakukan yang ia suka atau
inginkan. Karna ia harus tetap berada di atas jalur dan tak boleh melampaui
batasan yang ada.
Karena muslimah ‘berbeda’...
Menjadi
seorang muslimah, tentu berbeda dengan wanita biasa pada umumnya. Seorang
muslimah adalah sosok yang merefleksikan nilai-nilai keislaman dan melaksanakan
syariat-Nya. Berbeda karena setiap tindakan dan polah tingkahnya bukan atas
dasar nafsunya. Melainkan tunduk atas apa yang telah ditetapkan Allah baginya.
“..
kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain,
jika kamu bertakwa ..” (QS Al-Ahzab : 32). Demikian firman Allah.
Ketakwaanlah yang membuat mereka berbeda dengan wanita lainnya. Takwa yang
membuat seorang muslimah menyerahkan segenap jiwa raga untuk diatur sepenuhnya
oleh syariat-Nya.
Ketakwaan kepada
Allah menjadikannya benar-benar memaknai
bahwa setiap penggal kehidupannya adalah untuk beribadah kepada Allah, dengan
penuh keimanan dan keikhlasan. Hatinya dipenuhi oleh perasaan cinta dan
kerinduan, rasa takut dan berharap, yang sepenuhnya ia tujukan kepada-Nya.
Ketika wanita
lain mencintai pria dan dunia, maka ia mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi
segalanya. Kalaupun ia mencintai, maka cintanya karena Allah, dan kadar cinta
itu juga tak lebih dari cintanya kepada Allah. Dia telah meninggalkan hawa
nafsunya untuk mengharapkan keridhaan Allah. Bukan mencari muka di hadapan manusia
dan mengharap ridha mereka.
Tanpa beban
Karena itulah, sebagai muslimah, kita takkan
peduli jika kita tak bisa memakai pakaian yang up to date, berdandan
cantik nan seksi, keluyuran sesuka hati, bergaul bebas dengan lawan
jenis, dan tetek bengek aktivitas para wanita pada umumnya yang notabene
melanggar batasan yang disyariatkan. Justru kita akan berusaha menjalankan
aturan-aturan yang ditetapkan oleh-Nya, serta meyakini bahwa batasan syariat
yang ada adalah untuk kebaikan diri kita.
Jika wanita pada umumnya memandang berat
aturan Allah yang harus dilaksanankan, maka kita akan berusaha menjalankannya
tanpa beban. Karena kita paham, bahwa hanya dengan aturan Allah itulah kita
akan selamat dunia dan akhirat.
Pun, ketika kita
melihat wanita-wanita lainnya sibuk mengejar karir dunia kerja, mapan secara
finansial dan fasilitas hidup, meski harus mengorbankan banyak hal, maka kita
hanya memandangnya dengan sebelah mata. Sebagaimana perumpamaan nilai dunia
yang tak lebih berat dari sehelai sayap nyamuk. Karena ia sadar sepenuhnya,
bukan itu yang ia cari. Bukan dunia yang ia kejar. Melainkan kebahagiaan dan
ketenangan hidup dalam naungan syariat dan kerangka ibadah kepada-Nya.
Kehidupan yang jauh dari
nilai-nilai Islam dan lekat dengan gaya hidup orang-orang kafir, seharusnya tak
membuat kita kepincut dan ingin menikmatinya. Karena Allah telah berfirman,
“Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir
bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka
ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.” (QS Ali
‘Imran : 196-197).
Dan seharusnya, seorang muslimah
bersabar atas setiap godaan dunia yang menari-nari dihadapannya. Karena
kesabaranlah sebaik-baik sikap dalam sebuah perjuangan menetapi kebenaran.
Sabar untuk menaati Allah, sabar untuk tidak bermaksiat kepada Allah, dan sabar
dalam ujian yang diberikan Allah.
“Dan bersabarlah
kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-nya di pagi dan senja hari
dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari
mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti
orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti
hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melampaui batas.” (QS. Al-Kahfi:28)
Sebagai
muslimah, kita memang berbeda. Kita bukanlah wanita biasa dikarenakan keimanan
dan keislaman kita. Jika kemudian pemikiran dan perbuatan kita tidak
merefleksikan nilai-nilai syariah, lalu apa bedanya kita? (ishlah.blogspot.com)
2 komentar:
Pengalaman pribadi y mb?
Pengalaman pribadi orang yg mengalami, bisa kau, aku, dia, atau mereka *halah*... =)
Posting Komentar