“Hati yang
bening laksana pelita yang di dalamnya terpancar cahayanya”, demikian
sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadits riwayat Ahmad. Hati yang bening dan
bercahaya adalah hati seorang mukmin yang diliputi keimanan dan hidayah. Hanya mereka yang Dia
kehendaki saja
yang akan mendapat petunjuk dan bimbingan dalam meniti cahaya
ilahi. “Allah
membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki…” (QS
An-Nur:35).
Kebeningan
hati dan cahayanya, akan senantiasa terpancar jika hati hidup. Dan hati akan
tetap hidup jika ia selalu dirawat dan dijaga. Hati akan senantiasa bening dan
cemerlang jika ia selalu dibersihkan. Upaya pembersihan hati dapat dilakukan dengan cara menghiasi hati dengan sifat-sifat
yang ada pada nafsu muthmainnah (jiwa yang tenang). Para ulama’
menyebutkan beberapa sifat nafsu muthmainnah diantaranya adalah : tunduk
dan patuh kepada perintah Allah, bertawakal kepada-Nya, yakin, ikhbat,
ridha terhadap takdir, ikhlas, arif, membenarkan hari akhir, dan selalu berdoa
dan berzikir. Pemahaman terhadap sifat–sifat nafsu muthmainnah
diperlukan pengkajian yang mendalam tentang penjelasannya, beserta uswah yang
diberikan oleh para ulama tersebut. sehingga kita dapat mewujudkannya.
Selain itu,
membersihkan hati juga dilakukan dengan mengenali berbagai penyakit hati, lalu
menjaga diri darinya, mewaspadai dan mencegah bibitnya serta mengobatinya jika
hati telah terjangkit. Ragam penyakit hati banyak sekali. Diantaranya adalah
kesyirikan, kekafiran, kemunafikan, kebid’ahan,
dan penyakit-penyakit
lain, seperti zina hati, buruk sangka, hasad, ghurur, dan sebagainya.
Klasifikasi
Hati
Hati merupakan bagian terpenting dalam tubuh manusia.
Hati ibarat raja yang berkuasa atas seluruh bala tentara dan rakyatnya. Seluruh
anggota kerajaan tunduk atas perintahnya dan bekerja
sesuai dengan apa yang dikehendakinya.
Nabi saw
bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal
daging, apabila daging itu baik maka baiklah tubuh manusia itu, akan tetapi
bila daging itu rusak maka rusak pula tubuh manusia. Ketahuilah bahwa
sesungguhnya segumpal daging itu adalah hati.”[HR. Bukhari-Muslim].
Berdasarkan sifatnya, hati dibagi menjadi tiga macam :
1) Hati yang sehat (qalbunsalim)
Pada hari kiamat nanti, hanya orang-orang yang menghadap Allah dalam
keadaan hati yang sehat yang akan
selamat. Allah berfirman: “(Yaitu) pada hari yang mana harta dan anak-anak
tidak bermanfaat, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang
selamat."
[Asy-Syu'ara : 88-89].
Hati yang sehat
didefinisikan sebagai hati yang selamat dari setiap syahwat, keinginan yang dan
terbebas dari pertentangan atas perintah Allah Ta'ala serta dari setiap syubhat
(kesamaran/ketidakjelasan yang menyelisihi kebenaran).
Oleh karena itu, hati
seperti ini selamat dari beribadah kepada selain Allah Subhanahu, juga selamat
dari berhukum kepada selain syariat yang dibawa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
wa Sallam. Penghambaannya murni kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hasratnya,
cintanya, pasrahnya, penyerahan dirinya, rasa takutnya, pengharapannya, dan
amalnya, semuanya lillah, hanya karena Allah semata.
Jika ia mencintai,
membenci, memberi, dan menahan diri, semuanya karena Allah. Tak cukup hanya
itu, ia juga tidak pernah tunduk dan berhukum kepada setiap orang yang memusuhi
Rasul-Nya. Hatinya benar-benar telah terikat kuat hanya untuk mengikuti Allah dan Rasul-Nya. Merdeka dari penghambaan
selain-Nya.
2) Hati yang mati (qalbunmayyit)
Hati yang mati adalah hati yang gersang,
kering kerontang dan didalamnya tak ada kehidupan. Ia tidak mengenal siapa Rabb-nya sehingga
tidak beribadah
kepada-Nya, tidak menjalankan perintah-Nya, serta tidak
mencintai apa yang dicintai
dan diridhai-Nya. Hati seperti ini selalu berjalan bersama hawa
nafsu dan kenikmatan syahwati. Ia tak peduli meski hal itu dibenci dan dimurkai oleh Allah. Selama ia
merasakan kesenangan dan kepuasan syahwat, ia tak peduli lagi apakah Rabb-nya
ridha ataukah murka.
Baginya, yang terpenting adalah memenuhi keinginan hawa nafsu.
Ia
menghamba kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jika ia mencinta, membenci,
memberi, dan menahan diri, semuanya karena hawa nafsu. Hawa nafsu telah
menguasainya dan lebih ia cintai daripada keridhaan Allah Ta'ala. Hawa nafsu telah
menjadi pemimpin dan pengendali dirinya. Kebodohan adalah sopirnya, dan kelalaian adalah kendaraannya.
Tujuan duniawi telah menenggelamkannya, sedangkan nafsu
dan cinta dunia menjadikannya mabuk kepayang. Ia diseru kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan
negeri akhirat, tetapi ia berada di tempat yang jauh sehingga ia tidak
menyambutnya. Bahkan ia mengikuti seruan setan yang sesat. Hawa nafsu membuatnya tuli dan buta. Bergaul dengan pemilik hati
yang mati ialah penyakit, berteman dengannya adalah
racun, dan duduk-duduk bersama mereka adalah kebinasaan. Nas’alullahal ‘afiyah.
3) Hati yang sakit (qalbunmaridh)
Hati yang sakit adalah hati yang hidup tapi
terjangkit penyakit. Ia
akan mengikuti unsur yang dominan. Terkadang ia cenderung kepada kebaikan, namun
terkadang condong kepada kemaksiatan. Semua itu terjadi ketika ia mampu
mengalahkan salah satu dari keduanya.
Dalam hati
ini terdapat kecintaan,
keimanan, keikhlasan, dan tawakkal kepada Allah yang merupakan sumber
kehidupannya. Namun, ada pula didalamnya kecintaan dan ketamakan terhadap syahwat, hasad (iri dengki), kibr (kesombongan), dan sifat ujub (kagum pada
diri sendiri), yang merupakan
sumber bencana dan kehancurannya.
Ia diuji dengan pilihan dantara dua penyeru. Penyeru
pertama adalah penyeru yang mengajaknya kepada Allah, Rasul-Nya dan kehidupan
akhirat. Sedangkan penyeru kedua adalah penyeru yang mengajaknya kepada syahwat
dan kehidupan dunia. Dalam hal ini, seruan yang akan disambutnya adalah seruan yang paling dekat dan akrab diantara
keduanya. Wallahul muwaffiq ilaa
aqwamiththoriq.. Wallahu a’lam bishshowwab. (ishlah.blogspot.com)